EKONOMI INDONESIA SETIAP PERIODE PEMERINTAHAN ORDE LAMA,ORDE BARU DAN REFORMASI
• PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA SOEKARNO
Untuk mengembangkan kewirausahaan pribumi Indonesia dan meletakkan kegiatan ekonomi penting dibawah kontrol nasional pada tahun 1950 pemerintah memperkenalkan Program benteng yang ditujukan untuk memberikan lisensi impor untuk komoditas komoditas tertentu hanya kepada warga negara Indonesia. program ini menimbulkan korupsi skala besar dan mengacaukan praktik politik secara serius kaena setiap partai mencoba untuk memperoleh hasilnya dan hanya sedikit efektik mendorong pertumbuhan kewirausahaan. Dalam pelaksanaan Ekonomi Terpimpin ini perubahan hanya terjadi di kota-kota besar sehingga mengakibatkan banyaknya Urbanisasi yang terjadi. Kota-kota menjadi sangat padat sedangkan daerah-daerah pingggiran menjadi sepi. Sistem yang dibuat pemerintah untuk mengatur perdangan luar negeri dibuat pada awal 1950-an dan tarif impor yang tinggi. Dengan adanya kebijakan-kebijakan baru, membuat aktifitas ekspor-ekspor utama berasal dari wilayah pinggiran sepeti sumatera, kalimantan, dan pulau-pulau luar lainnya yang memiliki pendapatan seperti minyak, karet, kopra, timah, tembakau, yang semuanya menjadi di terpasung. Hal yang diakibatkan oleh situasi ini adalah maraknya perdagangan ke pasar gelap.
•PEREKONOMIAN PADA MASA ORDE LAMA
Selain kondisi politik di dalam negeri yang tidak mendukung, buruknya perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan orde lama juga disebabkan oleh keterbatasan akan faktor-faktor produksi, seperti orang-orang dengan tingkat kewirausahaan dan kapabilitas manajemen yang tinggi, tenaga kerja dengan pendidikan/keterampilan yang tinggi, dana (khususnya untuk membangun infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh industri), teknologi, dan kemampuan pemerintah sendiri untuk menyusun rencana dan strategi pembangunan yang baik. Menurut pengamatan Higgins, sejak kabinet pertama dibentuk setelah merdeka, pemerintah Indonesia memberikan prioritas pertama terhadap stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi, pembangunan industri, unfikasi, dan rekonstruksi. Akan tetapi, akibat keterbatasan akan faktor-faktor tersebut diatas dan dipersulit lagi oleh kekacauan politik nasional pada masa itu, akhirnya pembangunan atau bahkan rekonstruksi ekonomi Indonesia setelah perang tidak pernah terlaksana dengan baik.
•PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA ORDE BARU
Awal masa orde baru menerima beban berat dari buruknya perekonomian orde lama. Tahun 1966-1968 merupakan tahun untuk rehabilitasi ekonomi. Pemerintah orde baru berusaha keras untuk menurunkan inflasi dan menstabilkan harga. Dengan dikendalikannya inflasi, stabilitas politik tercapai ayng berpengaruh terhadap bantuan luar negeri yang mulai terjamin dengan adanya IGGI. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA).
•PEREKONOMIAN PADA MASA ERA REFORMASI
Pada masa krisis ekonomi, ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru kemudian disusul dengan era Reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan.
1. Masa Kepemimpinan B.J. Habibie
Pada awal pemerintahan reformasi, masyarakat umum dan kalangan pengusaha dan investor, termasuk investor asing, menaruh pengharapan besar terhadap kemampuan dan kesungguhan pemerintah untuk membangkitkan kembali perekonomian nasional dan menuntaskan semua permasalahan yang ada di dalam negeri warisan rezim orde baru, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); supremasi hukum; hak asasi manusia (HAM); Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II; peranan ABRI di dalam politik; masalah disintegrasi; dan lainnya.
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi.
Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
· Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan unit Pengelola Aset Negara
· Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
· Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp. 10.000,00
· Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri
2. Masa Kepemimpinan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Dalam hal ekonomi, dibandingkan tahun sebelumnya, pada tahun 1999 kondisi perekonomian Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju pertumbuhan PDB mulai positif walaupun tidak jauh dari 0% dan pada tahun 2000 proses pemulihan perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi dengan laju pertumbuhan hampir mencapai 5%. Selain pertumbuhan PDB, laju inflasi dan tingkat suku bunga (SBI) juga rendah yang mencerminkan bahwa kondisi moneter di dalam negeri sudah mulai stabil. Akan tetapi, ketenangan masyarakat setelah terpilihnya Presiden Indonesia keempat tidak berlangsung lama. Presiden mulai menunjukkan sikap dan mengeluarkan ucapan-ucapan kontroversial yang membingungkan pelaku-pelaku bisnis. Presiden cenderung bersikap diktator dan praktek KKN di lingkungannya semakin intensif, bukannya semakin berkurang yang merupakan salah satu tujuan dari gerakan reformasi. Ini berarti bahwa walaupun namanya pemerintahan reformasi, tetapi tetap tidak berbeda denga rezim orde baru. Sikap presiden tersebut juga menimbulkan perseteruan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang klimaksnya adalah dikelurakannya peringatan resmi kepada Presiden lewat Memorandum I dan II.
Selain itu, hubungan pemerintah Indonesia dibawah pimpinan Abdurrahman Wahid dengan IMF juga tidak baik, terutama karena masalah amandemen UU No. 23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia; penerapan otonomi daerah, terutama menyangkut kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri; dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda pelaksanaannya. Tidak tuntasnya revisi tersebut mengakibatkan IMF menunda pencairan bantuannya kepada pemerintah Indonesia, padahal roda perekonomian nasional saat ini sangat tergantung pada bantuan IMF. Ketidakstabilan politik dan social yang tidak semakin surut selama pemerintahan Abdurrahman Wahid menaikkan tingkat country risk Indonesia. Ditambah lagi dengan memburuknya hubungan antara pemerintah Indonesia dan IMF. Hal ini membuat pelaku-pelaku bisnis, termasuk investor asing, menjadi enggan melakukan kegiatan bisnis atau menanamkan modalnya di Indonesia. Akibatnya, kondisi perekonomian nasional pada masa pemerintahan reformasi cenderung lebih buruk daripada saat pemerintahan transisi.
Fenomena makin rumitnya persoalan ekonomi ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) antara 30 Maret 2000 hingga 8 Maret 2001 menunjukkan growth trend yang negatif. Dalam perkataan lain, selama periode tersebut IHSG merosot hingga lebih dari 300 poin yang disebabkan oleh lebih besarnya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri. Hal ini mencerminkan semakin tidak percayanya pelaku bisnis dan masyarakat terhadap prospek perekonomian Indonesia, paling tidak untuk periode jangka pendek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar